XtGem Forum catalog
» » Ketika Cinta Harus Memilih Bag.3

Ketika Cinta Harus Memilih Bag.3

Cerbung Kolaborasi Maya And Jeni
Ketika-Cinta-Harus-Memilih.jpg
Cover Ketika Cinta Harus Memilih
Designer By : JeniShow



"Cinta bukan hanya bagaimana dapat memiliki, tapi cinta juga bagaimana caranya rela melepaskan."...Cerbung Kolaborasi MAYA And JENI
Baca Post Sebelumnya..."!


Perlahan mobil melaju keluar dari halaman rumahku. Sementara mas Jen sibuk dengan stirnya mobil yang dikemudikannya, aku berusaha duduk dengan santai di sampingnya.

Walau pikiranku berkecamuk dengan segala macam tanya, tapi aku tetap berusaha tenang.
Yah...!" Aku tidak ingin tampak gelisah menerka-nerka apa yang akan terjadi nanti.

"Kenapa kamu pinjam mobil orang tuamu May?" suara dari Mas Jeni tentang alasanku memakai mobil mamahku.

"Hem., tidak ada alasan apa-apa kok Mas.!, yang pasti karena sedang tidak dipakai aja sama mama dan papaku kok.! kalau sedang dipakai mana mungkin aku berani meminjamnya mas."

"Kamu malu ya kalau kita hanya pakai motor?"

"Hei.! Mas Jen," seperti baru kenal aku aja.?"

"Bukan itu maksudku May.?"

"Terus apa mas?"

"Aku jadi tak enak dengan mereka."

"Mereka? Siapa?"

"Ya ampun May.! ya sama Mama dan Papamu kan May.!"

"Toh nanti juga jadi Mama dan Papamu juga Mas.?"

"Haha...., May., May Aku selalu kehabisan kata kalau terus berdebat denganmu."

"Udah deh,! tetap fokus dengan kemudimu Mas.."

Aku putar lagu kesayanganku. Entah kenapa akhir-akhir ini suka banget dengan lagu Reza. Ini sangat indah di telinga dan hatiku. Aku mulai bersenandung mengikuti lirik-liriknya, walau terputus-putus tapi aku menikmati lagu ini.

Kumengerti Yang Kau Rasakan
Percayalah Akan Cinta Kita Berdua

Cintai Diriku
Seperti Aku Mencintaimu
Sepenuh Jiwaku
Jangan Pernah Ada Tersimpan Prasangka

Dipelukmu Kusandarkan Seluruh Hidupku
Dan Takkan Terbagi
Percayalah Cintaku Hanya Untukmu
***


"Hei! Sejak kapan kamu suka lagu ini May? Perasaan aku belum pernah tahu sebelumnya."

"Sejak ada yang kamu sembunyikan dariku Mas."

"Jangan gitu dong May!, tak ada yang aku sembunyikan darimu, hanya saja aku belum menemukan waktu yang pas buat menyampaikannya padamu May.!"

Aku melihat ekor mata mas Jen melirikku. Aku pura-pura tak melihatnya. Aku tarik nafas dalam-dalam dan Ku hembuskan perlahan, ada rasa jengah bila ingat tentang sesuatu yang tak jelas apa yang akan disampaikan oleh Mas Jen.

Mobil sudah berbelok ke arah pantai Pasir Putih. Portal terbuka perlahan, tampak petugas memberikan karcis masuk tiga lembar, dua untuk pengunjung dan satu karcis untuk kendaraan. Mas Jen mengeluarkan sejumlah uang setelah melihat nominal rupiah yang tertera di karcis.

Tampak petugas parkir dengan seragam khasnya berwarna orange dan celana berwarna coklat, serta suara peluitnya yang mengarahkan letak mobil di halaman parkir.

"Kita sudah sampai May! turun yuk!" ajaknya Mas Jen.

"Ok."

Pantai Pasir Putih tak sepi dari pengunjung, setiap menit selalu saja ada yang datang dan pergi. Anak kecil berlari-lari dan saling mengejar merebutkan bola. Penjual makanan dan minuman masih ramai di kunjungi. Ada penjual yang menjajakan dagangannya langsung menghampiri pembelinya dan ada pula yang menanti pembelinya di tenda atau warung-warung kecil yang tertata rapi. Pemandangan yang tak asing di arena pantai.

Langit pantai di sore hari terlihat sangat cantik. Perpaduan warna merah jingga membentuk lukisan abstrak di atas hamparan biru terbentang. Setiap kali aku menatap langit sore terpesonanya aku akan keindahannya. Sore yang cerah tak ada mendung sedikit pun.

Aku dan Mas Jen turun ke pantai, sengaja aku melepas sepatuku agar kakiku bisa aku jejakkan di pasir pantai yang putih terbentang bagai butiran mutiara.

"Yakin kamu nggak pakai alas kaki May?"

"He eh, sepertinya pantainya bersih kok Mas,! sekali-sekali tak apalah."

"Tunggu bentar ya May."

Aku lihat mas Jen membuka tali sepatu ketsnya. Dan menaruhnya di bagasi.

Perasaanku berdebar-debar menanti apa yang akan disampaikan oleh Mas Jen. Kalau bukan karena menjaga perasaannya, rasanya aku sudah ingin mendesaknya untuk mengatakan masalahnya. Ada persamaan sifatku dengan mas Jen, kami terlalu menjaga perasaan masing-masing tidak ingin diantara kami terluka, karena kami sendirilah penyebabnya.

Walau terkesan mengulur-ngulur waktu, tapi begitulah Mas Jen sangat menjaga perasaanku, dan aku tahu itu sejak lama kalau mas Jen bisa aku percaya. Tidak mungkin dia tega melukai perasaanku.

Aku bergelayut di tangan Mas Jen, Ku lingkarkan tanganku di pinggang mas Jen, sambil berjalan menyusur bibir pantai pasir putih sore ini. Mas Jen menyibak rambutku yang tertiup angin dan mengecup lembut keningku. Tatap matanya yang begitu dekat membuat aku tak kuasa, saat mas Jen merengkuhku dalam peluknya.

"Mas mau bilang apa sih? Aku bingung, kalau ada salahku, aku minta maaf Mas.?"

Aku mencoba mengalihkan pandanganku ke laut yang sudah mulai pasang. Ombak bergulung-gulung berkejaran di laut lepas dan terhempas di tepi pantai.

Sementara mas Jen masih diam membisu mengikuti arah pandanganku ke lautan. Matahari mulai beringsut menenggelamkan cahayanya.

"Mas foto yuk, lihat itu indahnya!" Tanganku menunjuk ke raja siang yang akan kembali ke peraduannya.

"Ayo, sunset ya May."

Dengan menggunakan handpone mas Jen kami berfoto beberapa kali.

"Sini Mas aku ambilkan fotomu."

"Kau saja dulu May, biar aku yang mengambilkan fotomu."

Aku menggelengkan kepalaku. Langsung ku rebut handpone Mas Jen.

"Ayo mas." Kataku sambil maju kehadapannya dan menjepretkan kamera handpone ke arah mas Jen beberapa kali.

"Gantian ya May, sekarang giliranmu, ayo ...."

"Ok."

Aku mulai berfose dan mas Jen menjepretkan kamera handponenya beberapa kali padaku, hingga akhirnya mataharipun benar-benar tenggelam. Lampu-lampu di pinggiran pantai yang sengaja di pasang di pohon-pohon sepanjang bibir pantai tampak indah dan warna-warni. Cahaya lampu dari tenda-tenda dan warung turut mempercantik suasana pantai senja itu. Semilir angin berhembus menerpa wajah kami, burung-burung yang tadi terlihat terbang di atas laut lepas sudah tak terlihat lagi.

"Mas cari makanan yuk!, laper." Kataku.

Setelah mengambil sepatu aku dan mas Jen di bagasi, dengan menjinjingnya kami menuju toilet sekedar mencuci kaki dan mas Jen membasahi wajahnya. Kami menuju kafe yang terletak disebelah utara pantai.

Pelayan kafe menghampiri kami dan menyodorkan daftar menu pada mas Jen. Aku merapatkan posisi dudukku dengan mas Jen. Aku menunjuk mie ramen toping udang dan jus lemon hangat. Sedangkan mas Jen memilih nasi goreng spesial dengan Kopi Latte Panas.

Sambil menunggu pesanan datang aku membuka foto-foto tadi di handpone mas Jen. Mas Jen juga ikut menyaksikan kadang kami tertawa dan senyum-senyum lucu melihat hasil jepretan dengan background sunset senja tadi. Alunan musik lembut di kafe ini membuat kami betah berlama-lama di sini. Dari kafe ini kami bisa melihat ke arah laut nampak kerlap kerlip cahaya di kejauhan bagaikan kunan-kunang yang terbang di atas laut lepas.

Akhirnya pesananpun datang, tidak terasa lama juga kami menunggu. Aku terus menyabarkan rasa ingin tahuku, apa yang akan dikatakan Mas Jen sebenarnya.

Sementara Mas Jen sendiri bingung untuk memulai pembicaraannya. mungkin Mas Jen sangat mengkuwatirkan Ku akan jadi sedih dan terluka bila ia menyampaikan hal yang mengganjal di pikirannya.

Hingga akhirnya kamipun memutuskan untuk pulang, dan Mas Jen pun tak menyampaikan juga masalahnya. Sedang Aku sendiri (Maya) juga kekeuh tak ingin mengulangi pertanyaannya.
****


Malam ini aku (Maya) benar-benar penasaran. Dan tak bisa tidur dengan pulas, bahkan hampir tak bisa memejamkan mataku untuk tidur.

Sementara Mas Jen sendiri mungkin bingung mencari handponenya, karena ingin menghubungi ku. Dan mungkin Mas Jen benar-benar tak ingat kalau handponenya ada padaku (Maya). Aku juga tidak menyadari hal ini, hingga aku tersentak kaget saat suara getar handpone di dalam tas yang tadi aku bawa waktu di pantai.

"Ya ampun, kok bisa ada di dalam tasku ya?" tanya ku (Maya) dalam hati.

Ada beberapa panggilan tak terjawab dan ada dua pesan masuk. May tahu betul bahwa tak elok membuka dan membaca sms yang bukan untuknya.

"Bagaimana kalau ini hal yang harus segera diketahui oleh mas Jen?" Pikir May.

"Duh mas maafin Aku ya,! bukan maksud menyelidiki, khawatir ini informasi yang penting yang harus segera di ketahui oleh mas Jen." Bisik May dalam hati.

Dengan tangan gemetar dan perasaan bersalah Aku membuka SMS yang dikirim di hp Mas Jen.

"Jen, kenapa SMS bapak belum kamu balas, orang tua dari Julia menanyakan keadaanmu dan kapan bapak membawamu berkenalan dengan keluarga dari Julia?"


Bagai tersambar petir Aku membaca SMS itu. Badanku terasa lemas seketika, mataku perih menahan airmata yang hendak mendobrak kelopak mataku. Hp terjatuh di kasur, Aku benar-benar merasa hancur setelah membaca SMS ini. Dengan mengerahkan segala kekuatan yang tersisa Aku meraih hp yang terjatuh dikasur dan kembali membaca SMS lainnya.

"Orang tua Julia ingin kau bekerja di perusahaannya, bapak pikir ini bagus, mengingat cari kerjaan sekarang susah dan kamu juga sudah selesai kuliah."

"Jen kamu harus terima saran bapak, Julia tidak hanya cantik dia juga sudah selesai studynya."


Aku sudah tak sanggup lagi membaca pesan masuk itu. Kini aku tahu, masalah inilah yang akan Mas Jen sampaikan. Airmata kesedihanku tak sanggup lagi aku bendung, aku menangis, aku sedih, aku bingung. Di kamarku ini, sendiri aku tumpahkan semua kelukaan hatiku. Dua tahun aku bersama mas Jen rasanya sudah tak mungkin lagi untuk dilanjutkan.

Orang tua Mas Jen berhak keinginannya untuk diikuti. Bagaimanapun orang tua lebih penting di dahulukan ke inginannya. Tak ada orang tua yang ingin anaknya tidak bahagia, pasti orang tua Mas Jen sudah mempertimbangkan segala sesuatunya demi kebaikan anaknya.

Dengan berat hati aku harus nenyudahi hubungan ini, bukan karena aku tak cinta dan tak sayang lagi, tapi karena cintalah aku harus memilih untuk tidak mengecewakan orang tua Mas Jen. Aku tahu rasanya bila mama dan papaku tidak diikuti maunya pasti akan sangat kecewa.

Malam ini terasa sangat lambat menuju pagi.

Aku sudah mengambil keputusan yang sangat sulit dan menyakitkan, tapi apalah dayaku. Aku harus rela melepaskan mas Jen walau hatiku menolaknya.
***


Pagi yang dingin, aku beranjak menuju kamar mandi. Air hangat mengguyur tubuhku, aku terlalu lelah dan tersiksa melewati malam ini, Hanya dengan air hangat ini sedikit memulihkan perasaan segarku.

Tak lama mas Jen datang. Aku benar-benar tak sanggup untuk menemuinya dan menyampaikan salam perpisahan padanya.

Aku berusaha tegar menghadapi hal ini. Yah.! masalah ini memang harus jelas, agar tidak menyisakan prasangka diantara Aku dan mas Jen

"Hai May, baru bangun ya? Tumben sang ratu bangunnya kesiangan." Suara Mas Jen membuat ku sangat terharu, mungkin ini hari terakhirku bersamanya.

"Ya, aku baru kali ini bangun kesiangan, Mas." Aku menyembunyikan wajahku, aku tak sanggup menatap lelaki yang sedang berdiri tegak di hadapanku.

"Mas Jen mau ambil hpnya ya?" Aku segera memberikan hp milik Mas Jen." Maaf Mas aku sudah lancang membaca beberapa pesan masuk dari bapaknya Mas Jen."

"Jadi ... Kamu udah tahu ya May?" Mata mas Jen menatapku. Aku tahu Mas Jen tidak akan tega untuk menyampaikan ini. Itulah sebabnya ia seakan terkesan mengulur waktu, untuk mengatakannya padaku.

"Mas, mulai hari ini kita tidak boleh lagi seperti yang sudah-sudah, anggaplah Aku adalah adikmu saja, bukan sebagai kekasih.! Karena bapak dan ibumu lebih berhak mendapatkan keinginannya dari pada aku." Suaraku tersendat-sendat, air mataku benar-benar terkuras sejak tadi malam, aku benar-benar tidak berdaya.

"May, bagaimana kalau Aku melamarmu saja?" Suara mas Jen begitu yakin.

"Tidak mas, begitu banyak orang yang kita kecewakan, kalau itu kita lakukan, orang tuaku, orang tua mu, keluarga dari calon wanita pilihan orang tuamu, jadi itu tidak mungkin mas."

"Tapi May, Aku belum kenal dengan wanita yang dimaksudkan oleh orang tuaku."

"Seiring dengan berjalannya waktu, Mas Jen pasti akan mengenalnya."

Aku segera bangkit dari dudukku, "sudah ya Mas, aku mau istirahat dulu, maaf."

"May ...., tunggu dulu May....!"

Aku bertahan tidak mendengarkan panggilan dari Mas Jen. Aku masuk ke dalam kamarku dan mengunci pintu kamarku. Aku ambil handpone ku dan segera ku lepas sim cardku. Aku benar-benar sedih, aku harus terima kenyataan ini.

"Selamat jalan Mas Jen, semoga hidupmu bahagia, maafkan aku Mas." Bisikku sambil Aku hempaskan tubuhku di tempat tidurku, ku tumpahkan semua air mata kesedihanku.

TAMAT


Tags: Cerpen
Judul Ketika Cinta Harus Memilih Bag.3
Author Diposting Oleh : Maya-Jeni Wap's 2016-09-08 03:11:01
Rating 3 / 5
Back to posts
Facebook Comments Plugin

Share On

 
 
MAYAJENI